Saat berhaji bersama tahun 2000 |
Bpk. Rizal & Ibu Hefni, 2002. |
Pada usia pernikahan mereka ke 16 tahun, atau tepatnya tahun 1996, Pak Rizal jatuh sakit, hingga membuatnya harus dirawat di Rumah Sakit. Pertama kalinya dia masuk rumah sakit dan dirawat karena penyakit. Saat itu beliau berusia 44 thn. Berdasarkan hasil cek laboratorium, Pak Rizal divonis menderita diabetes. Atas penyakitnya itu, beliau diharuskan menjalankan pola makan diet ketat dan mengurangi merokok. Badannya yang semula gemuk berisi dan tegap, dalam waktu 2 tahun langsung menyusut drastis, kurus. Ya karena harus mengurangi makanan berkarbohidrat tinggi.
Mendampingi putrinya saat wisudanya. |
Ke-4 anak Bu Hefni yang sudah sarjana dan mandiri |
-- ** --
Pasangan Ibu Santi - Alm. Bpk. Suraji |
Kisah berikutnya adalah Ibu Norma Yusanti istri dari bapak Alm. Suraji Saputro yang kelahiran tahun 1972. Sejak hamil anak pertama, Ibu Santi pun sudah tidak bekerja lagi, dan memilih untuk mengurus anak-anaknya dan suami. Pada pernikahan mereka ini, mereka dikaruniai 2 orang anak yang saat ini berusia 6 tahun dan 8 tahun. Pak Suraji ini adalah seorang karyawan swasta yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun di sebuah perusahaan pengadaan di Jakarta. Pak Suraji pun tergolong karyawan yang tidak neko-neko, selesai tanggung jawabnya, pulang ke rumah menemui anak dan istrinya. Pak Suraji bukan seorang perokok dan tergolong pemilih dalam makanan. Hingga suatu hari di bulan Agustus 2013, pak Suraji mengeluh kepalanya pusing dan nafasnya sesak. Sehingga beliau harus dilarikan ke rumah sakit swasta di Bekasi. Karena kondisinya cukup memprihatinkan, pak Suraji sempat masuk ICU selama kurang lebih 4 hari. Hampir 1 bulan, dia berobat tim dokter belum mengetahui sakit persisnya apa, sempat dibilang infeksi paru-paru dan thypes, tapi obat yang diberikan tidak menunjukkkan hasil. Saat pindah Rumah Sakit, atau bulan kedua, barulah dokter mengetahui sakit yang sebenarnya diderita pak Suraji adalah Meningitis. Hampir 2 bulan di Rumah Sakit, pak Suraji langsung menghabiskan plafon asuransi yang disediakan oleh kantornya. Karena saat pindah Rumah Sakit, Pak Suraji sempat masuk ICU lagi dan dalam kondisi plafon asuransi kantornya sudah mencapai batas limitnya, perusahaan tempat pak Suraji bekerja pun pasang badan.
Moment perayaan ultah kedua putra tercinta mereka. |
Anak-anak ini hanya sebentar merasakan dekapan ayah mereka. |
Untuk kisah cinta Bu Santi dan Alm. Pak Suraji, mereka hanya bisa hidup bersama selama kurang lebih 10 tahun. Hari ini, demi memenuhi kebutuhan kedua putranya dan ibunya bu Santi, sehari-hari Bu Santi memilih membuka warung mie ayam. Dan dirumahnya, Bu Santi pun membuka warung sembako yang ditunggui oleh ibunya yang saat ini berusia sekitar 72 tahun. Kisah yang pertama, itu adalah kisah dari kedua orangtua saya sendiri. Sedangkan kisah kedua, ini adalah kisah dari sahabat saya Ibu Santi, dan kisah ini saya tulis dan sampaikan disini atas izin beliau.
-- ** --
Keluarga kecil saya |
Berikutnya adalah kisah saya dan suami saya. Saya dan suami menikah pada tahun 2007, dan saat ini kami sudah dianugerahi 2 orang putra yang sehat dan aktif, berusia 6 tahun dan 3 tahun. Suami saya seorang yang visioner, dimana dia sudah mulai mempersiapkan segala kebutuhan kami di masa pensiun nanti dan juga mulai mencicil biaya pendidikan anak-anak kami. Pengalaman suami saya yang bekerja di industri perbankan selama hampir 10 tahun, membuat dia sangat paham akan proses time value of money dan juga inflasi, bahwa menabung di bank untuk jangka pendek adalah baik, tetapi untuk tujuan jangka panjang, Bank sudah bukan menjadi pilihan baginya. Investasi unit link dan properti menjadi andalan investasi keluarga kami. Inflasi di Indonesia di zaman pasca Orde Baru, sangat tidak stabil dibandingkan zaman Orde Baru. Bisa diingat, zaman Orde baru tahun 1993 misalnya, hanya Rp 900 perak! 1998 menjadi Rp 1.200 dan saat ini menjadi Rp 6.500. Dan betapa harga bensin ini juga mempengaruhi banyak sektor kehidupan masyarakat, dengan membuat berbagai harga juga ikut naik, yang akhirnya juga berpengaruh terhadap pola kita dalam mempersiapkan financial keluarga kita untuk masa mendatang.
Tetapi apakah semua jalan hidup seseorang sama? Tidak. Lalu, dengan berbagai langkah yang sudah kami persiapkan, apakah membuat kami terhindar dari resiko seperti yang kisah yang terjadi kepada kedua orangtua saya? atau kisah sahabat saya..? Tidak. Saya, suami dan juga Anda beserta keluarga Anda memiliki resiko yang sama, yaitu sama-sama akan menemui tanggal kematiannya. Perbedaannya hanya di waktunya, gaya meninggalnya yang mendadak, sakit bertahun-tahun atau bahkan cacat total yang juga sama seperti mati. Di agama, kita yang hidup ini wajib mempersiapkan diri dalam menabung pahala yang akan dihitung-Nya untuk menentukan kita masuk Surga atau Neraka. Kalau ditanya, pasti semua mau masuk Surga dong.. Tapi kalau ditanya, sudah menyiapkan apa untuk jalan kesana? Lalu untuk urusan dunianya, kalo ditanya semua ingin hidup enak di masa pensiun nanti, tapi apakah pasti kita sampai di masa pensiun kita? Kalau pun iya, sudah menyiapkan apa? Kalau pun juga tidak sampai di masa pensiunnya, karena sudah dipanggil oleh-Nya, anak-anaknya apakah sudah disiapkan nafkahnya dan biaya pendidikannya? Karena itu adalah kewajiban kita untuk memenuhinya, sampai mereka bisa mandiri. Dosa kita pula kalau sampai anak-anak terlantar.
Sahabat, tulisan saya ini muncul semata-mata karena pemikiran saya, kekhawatiran saya dan kepedulian saya, agar sahabat-sahabat saya tidak perlu melewati hal terburuk yang mungkin tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya. Berbuat baik dan beribadah adalah sebuah perencanaan bekal di akhirat nanti yang pasti akan kita masuki kehidupannya. Sedangkan membuat sebuah perencanaan keuangan adalah sebuah usaha mempersiapkan kehidupan duniawi kita kelak. Sehingga kita membuat keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dari kisah-kisah diatas, saya menarik kesimpulan bahwa dalam hidup dan menghadapi resiko ditinggal oleh orang-orang yang kita cintai, khususnya mereka yang memberikan nafkah keluarga kita ada 3 hal. Pertama adalah Mental. Siap tidak siap kita harus siap menghadapi kehilangan sosok orang yang kita cintai, bisa tidak bisa kita harus bisa bangkit dari keterpurukan dan bahkan mungkin masa serba kekurangan yang akan timbul pasca ditinggalkan. Kedua adalah skill. Mencari pekerjaan tidak mudah, tetapi jika kita memiliki skill, misalnya menjahit, memasak, berdagang, maka skill itu bisa dimanfaatkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri. Ketiga adalah financial / keuangan. Khusus yang ketiga ini, menabung uang sebanyak-banyaknya pun jika tidak diimbangi dengan proteksi yang tepat, maka bisa menjadi sebuah usaha berusaha memenuhi air di dalam ember yang bocor.
Sahabat, saat ini saya bekerja sebagai seorang Financial Advisor. Jika tulisan ini memberikan inspirasi bagimu, dan membuatmu mulai berbenah diri, maka saya sangat bersyukur karena itulah tujuan utama tulisan ini saya buat. Lakukanlah hal yang terbaik dan tepat untuk keluargamu. Tetapi jika kamu merasa tidak tau harus berbuat apa untuk melindungi diri dan keluarga, dan butuh saran yang bisa kamu pertimbangkan bersama pasangan, maka saya pun bersedia membantumu. Just call me anytime you need.
Banyak orang kasihan kepada kita ketika jatuh, tetapi apakah sekedar rasa kasihan saja bisa membantumu untuk berdiri? Dibutuhkan uluran tangan yang bisa kamu pegang untuk membantumu berdiri. - Afnita Sari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar