Senin, 16 Juni 2014

Akankah Ku Bisa Mengantarnya Wisuda?

Ilustrasi foto. Acara kelulusan TK yang saat ini sudah pakai ritual wisudaan juga :)

Betapa lucunya melihat foto anak-anak kecil yang berbalut baju toga ini.. Rasanya waktu jaman saya TK dulu ga ada tuh pake-pake acara wisudaan ala orang kuliahan kayak jaman sekarang.. hehehehe.. agak ngiri dikit. Tapi kalo mau dipikir-pikir lebih jauh lagi, hari ini kita bisa anterin anak menghadiri acara wisuda TK-nya. Menurutmu, yakin saat wisuda kuliahnya nanti kita bisa anterin mereka lagi? atau.. Yakin anak kita nanti bisa kuliah?Masih ingat berita tentang Raeni, anak tukang becak yang berhasil kuliah? (baca: http://www.antaranews.com/berita/438325/anak-tukang-becak-jadi-wisudawan-terbaik ). Saya rasa, kita punya situasi yang jauh lebih beruntung dari mereka. Beberapa pertanyaan ini tiba-tiba menghampiri benak saya, saat saya menyaksikan anak saya yang pertama berjalan di atas panggung dengan baju Toga-nya. Subhanallah.. merinding saya. Saya membayangkan kira-kira apakah Tuhan akan kasih saya usia yang bisa saya pergunakan untuk menjaga, mendidik dan mengantarkan anak-anak saya ke tingkat kuliah, hingga mereka dapat mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri..?

Saya saat berusia 1 tahun, 17 tahun dan 22 thn.
Ingatan saya pun terbang ke masa saya kecil dulu, teringat ibu saya yang menurut saya memiliki cita-cita yang mulia sekali terhadap anak-anaknya. Sejak saya masih bayi, ibu saya rupanya sudah bercita-cita supaya saya bisa menjadi seorang sarjana (Lihat foto). Cita-cita itu pun akhirnya saya ketahui ceritanya setelah saya betul-betul menyelesaikan kuliah dan menjadi sarjana. Kira-kira begini kata ibu saya,"Kak, masih ingat ga sama foto kakak yang masih umur 1 tahun pake topi toga..? Itu dulu waktu kakak ultah 1 tahun, mama sengaja bikin topi toga, mama bikin sendiri karena emang ga ada yang jual topi toga anak-anak. Mama pengen kakak nanti besarnya bisa jadi sarjana, Alhamdulillah sekarang cita-cita mama sama papa tercapai, makanya ini foto kakak yang udah beneran jadi sarjana, mama tempelkan juga di foto ini..". Dulu saat pertama kali mendengar cerita itu dari ibu saya, saya tidak terlalu merasa terharu. Tapi hari ini.. setelah saya sendiri punya anak, dan melihat anak saya memakai pakaian Toga, saya menjadi sangat melankolis alias sangat terharu. Haru bangga dan sedih yang bercampur aduk, haru melihat anak saya yang akan segera lanjut ke jenjang SD, haru karena teringat ibu saya yang berhasil mengantarkan saya menjadi diri saya hari ini, dan sedih ketika menyadari ada satu pertanyaan yang tidak bisa saya pastikan jawabannya.. Apakah saya akan sampai pada hari dimana anak saya akan wisuda sarjana kelak?? Anda pun pasti tidak bisa menjawabnya.

Sedikit mengenang masa kecil saya. Ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga tulen, yang betul-betul mengabdikan hidupnya untuk suami dan anak-anaknya. Ibu saya hanya mengandalkan penghasilan dari Bapak saya. Untungnya ibu saya seorang yang pandai sekali menyisihkan uang. Sehingga sejak saya dan ketiga adik saya masih kecil-kecil, ibu saya sudah membuatkan tabungan masing-masing untuk kami. Tabungan pendidikan anak kalo kata ibu saya dulu. Waktu kecil, ibu saya memang sangat ketat dan tidak pernah lelah mengingatkan saya dan adik-adik untuk rajin belajar, biar pintar dan bisa sekolah di negeri. Dan benar saja, saat saya masuk kuliah, orang tua saya tidak menemukan masalah berarti dalam memenuhi biaya kuliah saya. Karena selain saya masuk kampus negeri, ternyata nilai-nilai saya waktu kuliah membuat saya berhak mendapatkan beasiswa, baik dari kampus dan dari kantor bapak saya. Alhamdulillah..

Singkatnya, di akhir tahun 2003, tepatnya di hari kedua lebaran Idul Fitri, kami sekeluarga besar diberikan cobaan yang teramat tiba-tiba. Malam kedua lebaran, sesaat sesudah bubaran kumpul keluarga atau sekitar 2 jam setelah bubar acara kumpul keluarga, bapak saya meninggal. Prosesnya pun sangat cepat dan tidak ada yang menduga sama sekali, karena sebelumnya bapak saya masih minta diambilkan makan ke ibu saya, setelah itu beliau merokok keluar, lalu masuk lagi untuk menunaikan ibadah sholat Isya yang dilanjutkan bapak saya minta tolong untuk dipijitin sama ibu saya. Disitulah tiba-tiba bapak saya seperti orang ngorok menjatuhkan badannya ke ibu saya, dan meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Berdasarkan diagnosa dokter sepertinya bapak saya terkena serangan jantung. Wallahu'alam bissawab..

Hari ini, saya seperti mengevaluasi kehidupan keluarga kecil saya dan keluarga orang tua saya. Saya berpikir, waktu itu bapak saya meninggal di usianya yang seminggu lagi akan menjadi 51 thn, meninggalkan 1 orang istri yang merupakan ibu rumah tangga tulen, 4 orang anak yang 1 mau naik SMA, yang 1 mau masuk kuliah, yang 1 sedang kuliah dan terakhir saya sedang penyusunan skripsi. Saya berpikir bagaimana ibu saya bisa menghidupi anak-anaknya yang masih butuh biaya sekolah ini..? Ternyata ibu saya meski hanya seorang ibu rumah tangga, bukan seorang wanita karir loh.. sangat pandai menyimpan dan menyisihkan uang. Menurut ibu saya, untuk biaya sekolah anak-anaknya hingga selesai, beliau sudah mempersiapkannya. Hanya untuk hari-harinya yang mengandalkan gaji pensiunan seorang PNS. Di saat ternyata masih kurang pun, ibu saya terpaksa menjual aset-aset simpanannya seperti perhiasan emas. Ya, ibu saya seorang yang konvensional, dia menyukai menabung dengan cara deposito dan membeli emas perhiasan sebagai simpanan yang juga bisa digunakan sewaktu-waktu. Dan memang benar, hal itu dibuktikan dengan Alhamdulillah ke-4 anaknya saat ini sudah menjadi sarjana semua, dan sudah bisa mandiri semua. Meski beberapa aset keluarga seperti Rumah dan sejumlah perhiasan serta deposito sudah dijual dan dicairkan ibu saya, demi kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya. Tapi kan itu cerita ibu saya, yang Alhamdulillah sampai tulisan ini saya buat, beliau sehat wal'afiat.. bagaimana saya dan suami saya atau Anda dan pasangan Anda..? Apakah jalan yang digariskan-Nya sama dengan apa yang kita rencanakan..??
Foto saya dengan Toga saat usia 1 thn dan dengan Toga yang sesungguhnya. 




Kembali ke kehidupan saya sendiri hari ini. Saya pun bertanya pada diri saya sendiri.. Kehidupan yang seperti apa yang saya harapkan kelak di masa tua saya nanti? Seberapa besar keinginan saya untuk membuat anak saya bisa memiliki pendidikan setinggi mungkin..? Dan yang paling penting, jika ternyata nanti waktu saya dan suami tidak sampai pada masa dimana anak-anak kami akan wisuda dan berkeluarga sendiri, bisakah mereka tetap bersekolah atau kuliah dan bahkan hidup layak minimal seperti yang sudah mereka rasakan hari ini..? Sangat tidak fair dong, kita minta anak kita belajar keras, supaya dapat nilai bagus, biar bisa sekolah setinggi mungkin di kampus negeri. Tetapi ketika mereka sudah benar-benar belajar keras, mengikuti nasehat kita, dan berhasil masuk kampus favorit, namun saat waktunya mereka mau kuliah, kita orangtuanya beralasan, kita tidak punya uang yang cukup karena berbagai alasan. Adil kah untuk mereka? Apa yang sudah Anda lakukan untuk mereka orang-orang yang (katanya) utama dan diatas segala-galanya ? Sudah mencukupi kah?

Alhamdulillah, keluarga kami sekarang sudah merasa lebih tenang ditengah ketidakpastian yang sudah pasti, karena membuat satu perencanaan keuangan keluarga yang In sha Allah menjadi solusi bagi kami sekeluarga dan bahkan jutaan keluarga diluar sana. Anda pun bisa punya rencana keuangan seperti yang kami miliki..? Sangat mudah dan sederhana.. sesederhana saat kita keluarkan uang di hari weekend bersama keluarga. Ayo deh kita ngopi bareng, untuk sharing informasi dan sharing rencana masa depan keluarga yang seperti apa yang diharapkan. Perencanaan Keuangan itu adalah memastikan yang belum pasti di masa mendatang dan bahkan beberapa jam atau menit ke depan. Setuju ? 

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ ۚ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma´ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 
240
Al Qur'an surat Al-Baqarah ayat 240 terjemahan Indonesia 
Mampukah kami melengkapi foto ini? Adakah kami juga akan ada difoto tahun 2030 itu?

Tidak ada komentar:

Mendidik Anak Untuk Bahagia

Add caption Beberapa hari lalu, tepatnya pas anak-anak didik saya di SFC Kids Futsal latihan, ceritanya saya membagikan piala yg sudah ...