Saat pertama melihat jenazah tante saya terbujur kaku tak berdaya disiram air dan disabuni oleh seorang wanita yang memang berprofesi sebagai tukang mandiin jenazah, air mata saya menetes. Betapa kita manusia ini tidak lah berdaya apa-apa ketika ajal sudah menjemput, hanya sebuah jasad yang telanjang dan tidak membawa apa-apa ke dalam kuburannya. Betapa saya akhirnya betul-betul merasakan, makna dari tausiah yang sering saya dengar dan mungkin Anda juga pernah mendengarnya, bahwa setelah kita meninggal, maka putuslah segala amal ibadah kita, yang biasanya sholat sendiri akhirnya harus disholatin, biasa sedekah akhirnya disedekahin sama keluarganya, dan seterusnya. Bahwa ketika kita meninggal dunia, hanya ada 3 hal yang kita tinggalkan sekaligus kita bawa, yaitu sedekah dan amal kita, ilmu yang bermanfaat, serta anak (keluarga) soleh yang mendoakan. Hampir sepanjang proses memandikan jenazah, air mata saya mengalir, bukan menangisi kepergian Almarhumah tante saya yang demikian mendadak (takdir Allah soal kematian adalah pasti dan tidak boleh ditangisi secara berlebihan), tetapi rasa dimana saya membayangkan jika jenazah itu adalah saya sendiri, apakah sudah cukup 3 hal yang akan saya bawa mati tadi? Lalu secara bergantian terbayang pula wajah orangtua sendiri, mertua, suami dan anak-anak saya. Spontan dalam hati saya berdoa, memohonkan pada Allah untuk diberikan kesehatan, rezeki dan umur yang panjang dalam kebaikan, untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi, menjadi istri-anak-menantu dan seorang ibu yang lebih baik lagi.
Khususnya saya ingin bisa meninggalkan banyak ilmu yang baik dan bermanfaat bagi anak-anak saya, ingin ketika waktu saya nanti tiba, anak-anak saya senantiasa ada di sekitar jenazah saya, bukan untuk menangisi saya, tetapi untuk betul-betul dengan tulus mendoakan saya dan memohonkan ampunan bagi saya kepada Allah. Karena hanya doa anak-anak yang soleh yang didengar dan dikabulkan oleh Allah. Saat terakhir, semua anggota keluarga inti Almarhum tante saya dipanggil untuk menyiramkan air larutan kapur barus, disitu tangis saya pun pecah kembali. Sedih melihat putra-putranya yang memandikan ibu mereka untuk terakhir kalinya. Lagi-lagi saya membayangkan jenazah itu adalah saya. dan kedua putra saya, suami saya dan orang-orang terdekat saya. Subhanallah.. rasanya ga tergambarkan dengan kata-kata perasaan saya tadi.
Saat proses pemasangan kain kafan pun saya melihat semuanya. Saat itu anak-anak saya yang masih berusia 7 tahun dan 4 tahun saya panggil, saya peluk mereka. Saya ajak mereka untuk melihat jenazah Nenda-nya (panggilan anak-anak saya terhadap tante saya), saya minta mereka yang sudah hafal surat Al Fatiha untuk membacakannya di depan jenazah Almarhumah. Saya katakan pada mereka bahwa Nenda sudah meninggal, kita ga akan pernah ketemu Nenda lagi, mungkin mereka belum terlalu paham. Tapi saya yakin In Shaa Allah hal ini akan menjadi memori yang baik bagi mereka.
Lalu saat proses penguburan jenazah, lagi-lagi saya tidak mampu membendung air mata. Mungkin orang yang tidak kenal saya akan bertanya-tanya, apakah saya anak dari Almarhumah? kenapa terlihat seperti sering sekali menangis. Ya, saya menangis bukan menangisi Almarhumah, karena kita tidak boleh berlebihan menangisi orang yang sudah meninggal, karena itu sudah takdir Allah yang harus dijalani. Bahkan saat menulis ini pun saya menangis.. Tetapi ya itu tadi, saya membayangkan kalau yang dikuburkan itu saya sendiri. Saya teringat betapa sehatnya tante saya itu, betapa cerianya wajahnya Almarhumah, terbayang canda dan gelak tawanya, tetapi ketika ajal datang, maka kita hanya menjadi seonggok tulang dan daging yang tak berdaya yang akan kembali mencium tanah. Allahu Akbar.. Ditambah lagi, kalimat-kalimat untaian doa dalam bahasa arab yang beberapa diantaranya saya tau artinya, membuat hati ini sangat tersentuh, hingga tak bisa membendung air mata.
Anak-anak saya mendekati saya, mereka ingin melihat lebih dekat ke liang kubur. Saya dampingi dan pegangi mereka untuk melihat ke dalam lubang kubur. Kata putra saya yang pertama,"Mami dibawah itu ada apa? Nadeem pengen lihat..", yang kemudian membuat adiknya pun ingin melihat juga. Saya pegangi tangan mereka secara bergantian untuk melihat, lalu saya bisikkan ke mereka bahwa itulah proses kematian seorang manusia, bahwa kita semua ketika meninggal akan menjalani proses yang sama. Dikuburkan dibawah tanah, seorang diri tanpa membawa apa-apa. Kembali saya katakan pada mereka untuk membacakan surat Al Fatiha bagi Nenda mereka, dan saya katakan pula pada mereka, "Kalo orangtua kalian yang meninggal, kalian doakan selalu kami ya nak..". Putra saya yang pertama terlihat mengedip-ngedipkan matanya, berusaha untuk tidak menangis, mendengarkan kata-kata saya. Dan Alhamdulillah semua proses pemakaman sudah selesai dengan lancar dan cuaca yang sangat baik.
Putra saya Nadeem (7 thn), di sebelah kanan berbaju biru didampingi Om saya. |
Inti dari tulisan saya ini bukan untuk menggurui siapa pun, atau bahkan merasa paling pintar dan benar. Jika ada terbersit makna itu yang Anda pahami dibalik tulisan saya, saya mohon maaf dan kepada Allah saya mohon ampunan. Niat saya menuliskan ini adalah semata-mata ingin membagi pengalaman saya. yang semoga tulisan ini juga bisa menjadi pengalaman/ilmu yang bisa saya bagikan kepada orang lain, khususnya anak-anak saya yang kelak mungkin juga akan membaca tulisan-tulisan di blog saya ini dan sudah bisa memahami dan memaknai isi dari tulisan ini dengan baik. Saya masih awam dan In Shaa Allah akan terus belajar, juga akan terus berbagi Ilmu yang saya miliki. In Shaa Allah..
Innalillahi wa innailaihirojiuun.. Selamat Jalan Ucu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar