Rabu, 27 November 2013

Flashback 10 tahun Meninggalnya Papa

Seperti diputerin film dalam benak saya hari ini. Yah.. hari ini 26 November 2013, tepat 10 tahun Alm. Papa saya meninggal, lebih tepatnya meninggal mendadak. Hampir semua orang yang dengar kabar itu tidak percaya. Karena Papa saya itu, meninggal di hari kedua lebaran, sekitar jam 23.55 WIB, di Bandung. Alm. ke Bandung bersama mama saya dan adik-adik saya dengan menggunakan kendaraan pribadi, dimana Papa nyetir sendiri. Artinya beliau sehat dong..

Berdasarkan diagnosa dokter, Papa saya meninggal akibat serangan jantung di tahun 2003. Papa saya meninggal secara mendadak, hanya selang 15 menit setelah beliau minta diambilkan sepiring makanan. Padahal Alm. Papa tidak pernah punya sakit jantung. Saat itu kondisinya adik-adik saya waktu itu 1 masih kuliah, 1 baru lulus SMA dan yang 1 baru lulus SMP. Mama saya hanya seorang ibu rumah tangga, murni hanya mengurusi rumah tangga.  Alhamdulillah, mama saya adalah seorang yang sangat disiplin menabung khususnya menyisihkan biaya pendidikan kami anak-anaknya, serta tabungan pensiun mereka. Hal yang ga diduga pula, ternyata 1 bulan sebelum meninggal, ternyata Alm. Papa saya beli polis asuransi, dengan langsung membayar premi untuk 1 tahun. Dan itu tanpa sepengetahuan mama saya.Ga tau kenapa bapak saya memilih untuk tidak bilang ke ibu saya, mungkin kalo bilang bakalan ga diijinin beli polis asuransi kayaknya.. hehehehe.. Singkatnya, mama saya sebagai istri almarhum mendapatkan uang santunan meninggal dari asuransi tersebut. Lumayan lah untuk nambah-nambah kata mama saya waktu itu.
Foto Alm. Papa saya, Bpk. H. Adrizal Agus

Di saat saya sekarang sudah berumah tangga dan memiliki anak, saya pun berkaca sambil mengevaluasi berbagai kondisi yang ada. Saya berandai-andai, jika yang terjadi pada Mama saya terjadi pada kami dan pada kondisi anak-anak masih kecil-kecil, dimana masih panjang perjalanan kami untuk bisa terus membiayai anak-anak.. apakah kami sanggup? Saya yakin, pasti bisa! Dengan catatan kondisi meninggalnya sama dengan Alm. Papa saya, langsung meninggal. Bukan yang harus menderita sakit kritis bertahun-tahun dulu. Na'udzubillahimin dzalik.. Lindungi kami Ya Allah. 
 
Di sisi lain, saya melihat kondisi Mama saat ini sudah mulai masuk ke titik dimana Mama harus lebih mengencangkan ikat pinggang. Karena memang segala peninggalan Alm. Papa asetnya satu persatu mulai terjual demi memenuhi kebutuhan hari-harinya. Masih bersyukur, Mama sampai hari ini kondisinya sehat. Bagaimana jika sakit keras? Tentunya akan semakin menguras harta yang ada, dan hingga bisa mengalami kebangkrutan di saat sakit kritisnya pun belum sembuh dan butuh biaya lebih banyak lagi. Apakah saya anaknya mampu menopang biayanya..? Untuk kondisi sekarang, jujur saya bilang tidak! Lalu apakah saya tega membiarkan Mama yang sudah memasuki usia 56 tahun, apabila dia terkena sakit kritis dan butuh biaya besar? Tentu tidak! Tapi bagaimana saya bisa membantu mama dan diri saya sendiri dalam melindungi ibu saya? Saya mencoba mengikuti langkah yang diambil oleh Almarhum Papa saya, yaitu dengan membeli polis asuransi lah saya berusaha melindungi mama saya, suami dan anak-anak saya.
 
Yah..Semua manusia pasti akan meninggal, hanya cara meninggalnya yang berbeda-beda. Jika harus dilalui dengan sakit kritis dulu selama bertahun-tahun tentunya akan sangat menguras biaya. Lalu jika yang meninggal adalah pencari nafkah tunggal, bagaimana dengan anak-anak yang ditinggalkan? Mereka berhak mendapatkan penghidupan yang layak, dosa bagi orangtua yang tidak mempersiapkan "perlindungan" bagi anak-anaknya. Semoga apa yang jadi pengalaman keluarga saya ini bisa menginspirasi orang lain.

dedicated to my parents. @2013


Sabtu, 05 Oktober 2013

Testimoni Tentang Etios Valco Toyota

Akhirnya pake sedan lagi.. meski sekarang sedan hatchback. Jadi ceritanya sekarang saya pakai mobil Etios Valco keluaran Toyota yang diproduksi tahun 2013. Pertama kali nyetir mobil ini sih menurut saya biasa aja, alias ga ada yang spesial banget dari mobil ini. Tapi ya biar lebih detail mungkin saya perlu jembreng opini saya sebagai pengemudi wanita, akan kesan-kesan pakai mobil hatchback yang katanya adiknya Toyota Yaris ini. Tapi tentunya ulasan atau opini saya ini berdasarkan kacamata saya pribadi sebagai seorang pengemudi wanita yaa.. (yang ga setuju, ga boleh protes!)

Terus terang pertama kali memutuskan membeli Etios Valco adalah karena harganya yang saat itu pas dengan budget, kedua karena brand yang (katanya) jadi jaminan akan kualitas, ketiga karena cc mobil yang ga besar dan berpengaruh ke tingkat konsumsi bahan bakarnya yang irit dan pastinya berpengaruh ke anggaran belanja saya, hehehe.. Singkat cerita, saya pun test drive mobil ini melalui dealer. Waktu pertama nyobain, saya nyobain mobil Etios Valco type G, type tertinggi untuk varian ini. Untuk persneling dan koplingnya, menurut saya cukup nyaman, meski agak tinggi. Biasanya untuk pengemudi wanita apalagi yang biasa pakai mobil matic, ini akan butuh penyesuaian beberapa saat atau bahkan rada lama? Ask them. Untuk setirnya, ini enteng banget loh! Saya yang biasa pake Innova, alias mobil yang tinggi, bener-bener harus banyak menyesuaikan, kalo ga bisa kacau tuh mobil.

Untuk kelasnya yang 1200 cc, mobil ini menurut saya bisa sangat lincah di jalanan, khusus saat dipacu di jalan tol yang ga terlalu ramai ya. Buat selap selip dengan kecepatan 120 km/jam sangat stabil. Dipacu sampe 140 km/jam pun mungkin masih asik aja ya, mungkin sedikit mengaum aja kali ya. Bahan bakarnya sih menurut saya irit ya sesuai cc lah, 1:14an lah kira-kira. Untuk empuknya mobil, menurut saya juga standar aja bahkan mungkin kurang empuk ya.. tapi kalo masih baru sih biasanya ya bagus-bagus aja. Sementara untuk audio car-nya, speaker ternyata hanya terdapat di dashboard dan pintu kiri dan kanan, artinya suara audio untuk di kursi bagian belakang, menjadi tidak maksimal. O iya, kalo hujan, sabetan wiper-nya yang hanya single wiper ini, sapuannya mantap betul! Hanya sayang kalo pas hujan, di kabin dalam agak berisik ya karena kap atas terkena terpaan air hujan, apalagi kalo hujannya deras.O ya, ga demen banget dah denger suara klaksonnya.. cemen banget! hihihi..

Nah untuk interior nih, ini juga so-so aja, dengan posisi speedometer di tengah, sebenernya saya ga gitu suka dengan posisi speedometer yang ditengah, tapi karena bawaan pabrik mau gimana ya. Untuk joknya, cukup empuk dan nyaman untuk diduduki. Tetapi  bahan joknya yang kain dan berwarna hitam, bikin saya ga nyaman karena khawatir joknya cepat kotor dan debu akan terlihat sekali. Apalagi untuk ibu beranak 2 balita kayak saya, wah extra deh watirnya. Makanya saya modifikasi sarung joknya. Nanti liat foto aja ya hasilnya. Untuk kelas sedan hatchback, Etios Valco ini tergolong sangat lega loh mobilnya. Untuk suami saya yang tingginya 180 cm aja, saat nyoba duduk di kursi belakang, kakinya masih nyaman aja alias bisa nyender dengan nyaman ga terlampau tegak duduknya, karena harus ngepasinya posisi dengkul.

Untuk eksterior, menurut saya sangat manis sekali, bahkan untuk saya yang tomboy mobil ini jadi terlalu perempuan. Makanya saya sama suami sepakat untuk bikin dia rada tomboy, sesuai karakter nyonyanya.. hehehehe.. Mau liat hasil modifikasi saya? Inspirasinya lihat-lihat modifikasi yang ada di internet dan model mobil Etios di India yang kalo disana namanya Etios Liva. Tapi secara general tentang Etios Valco ini, saya suka!  Semoga tulisan ini bisa jadi referensi ya.. :)

Tampilan depan yang dipasangi sticker scothlite + "eyeliner" hijau biar lebih catchy

Tampak belakang yang juga dikasih sedikit modifikasi sticker dibagian pintu bagasi

Tampak samping dengan tambah sticker sportivo


Interior jadi lebih tomboy dengan kombinasi jok merah dan abu-abu

Interior Etios Valco jadi lebih catchy dan hits
Btw, lagi naksir berat sama salah satu mobil dengan kapasitas cc dan penumpang lebih gede, jadi ada rencana pengen ganti. Kali aja ada yang minat, ambil si Bodas (nama etios valco saya ini). Btw sekarang tampilan body si Bodas ini seperti di foto dibawah ini ya.. ^_^


Kamis, 20 Juni 2013

Berikan Pengalaman Baru dan Seru Untuk Anak

Terus terang yang mengilhami saya menulis kali ini adalah obrolan dengan salah seorang teman tadi pagi. Jadi ceritanya teman saya ini ingin mengikutsertakan anaknya dalam lomba modelling. Tetapi teman saya ini ga yakin anaknya mau dan bisa ikut lomba ini. "Nanti pas dia ga mau tampil malah malu-maluin.." begitu kira-kira kata teman saya. Saya justru senang sekali teman saya mau menceritakan hal itu kepada saya. Karena terus terang, menurut saya, itulah masalah kita sebagai orangtua, yang kadang terlalu takut untuk memberikan pengalaman baru dan seru untuk anak-anak kita.

Loh kok begitu Nit..?? Hehehe.. Coba deh, dibaca lagi tulisan saya diatas. Lombanya aja belum mulai, tapi ortunya udah khawatir duluan. Padahal belum tentu juga kan anaknya akan ngambek dan ga mau tampil. Lalu kekhawatiran orangtuanya bahwa takutnya nanti anaknya ga mau tampil dan lain-lain, itu juga menurut saya adalah ketidakpercayaan si orangtua akan kemampuan anaknya. Percaya atau tidak, tanpa disadari kita sendirilah yang menanamkan rasa ketidakpercayaan diri pada anak kita. Padahal seharusnya, menjadi tugas kitalah selaku orangtua, untuk memberikan rasa nyaman, rasa percaya diri dan memberikan kebebasan bagi anak kita untuk mengekspresikan minat dan bakatnya. Karena ketika anak bisa mengekspresikan itu dengan baik, maka kita sebagai orangtua pun akan lebih mudah mengetahui minat dan bakat anak, untuk kemudian kita arahkan menjadi lebih baik dan serius. Karena tidak menutup kemungkinan kan, ketika dewasa, hal tersebutlah yang akan menjadi profesi dan ladang periuk nasi anak kita.
Nadeem saat ikut lomba modelling.

Saya sedikit mengulas lagi, saat anak saya Nadeem (5 thn) mau saya daftarkan ke lomba modelling, saya tanyakan kepada anak saya, apakah dia mau ikut lomba itu. Anak saya malah bertanya, lomba apa itu? Karena anak-anak, tentunya mereka tidak cukup hanya dijelaskan dengan bahasa verbal saja, maka saya pun mencari video-video fashion anak di internet, dan anak saya pun paham. Dia pun setuju untuk ikut lomba, bahkan dia yang malah jadi ga sabaran untuk segera ikut lomba. Saat lomba, bukan menang kalahnya yang menjadi poin utama saya, tetapi memberikan pengalaman baru dan seru untuk anak saya lah poin utamanya. Banyak hal seru yang saya dan anak saya lakukan, termasuk mempersiapkan wardrobe-nya untuk lomba, hahaha seru deh.. semua baju dicobain, lalu difoto biar nanti untuk banding-bandingin. Lalu mengikuti lomba itu sendiri adalah yang pertama kali untuk anak saya, dan itu menjadi hal baru baginya. Tampil di depan ribuan pasang mata pun mungkin tidak pernah dia bayangkan, tetapi itu harus dia lakukan sebagai konsekuensi bagi pilihannya untuk mengikuti lomba itu. O iya, anak saya ikut lomba Gading Model Search (GMS) Kids Category, yang jadi bagian dari festival besar tahunan Jakarta, yaitu Jakarta Fashion & Food Festival. Saya tau betul ini kompetisi yang bagus dan berkualitas, ga asal seperti kebanyakan EO ngadain lomba modelling.

Hal-hal tersebut diataslah yang kemudian menginspirasi saya untuk bisa berbuat lebih banyak untuk anak-anak di lingkungan sekitar saya. Saya merasa, memang tidak banyak event yang baik, memberikan pengalaman baru dan seru bagi anak saya. Hal itu lah yang mendorong saya untuk membuat event-event anak yang bisa menjadi wadah positif bagi si anak dan sekaligus menjadi sarana belajar bagi orangtuanya. Termasuk saya juga loh! Coba, ketika anak kita ngambek ga mau tampil atau menangis karena grogi, kita sebagai orangtua justru sedang dikasih pelajaran kan, yaitu pelajaran bersabar menghadapi anak yang ngambek, pelajaran kreatifitas untuk mengalihkan perhatian si anak, sehingga dia tidak perlu menangis lagi, dan meyakinkan si anak, bahwa dia bisa dan dia mampu.

BuBu Organizer yang saya dirikan bersama teman saya pun, kami dedikasikan untuk fokus kepada event-event anak dan keluarga. Seperti event kami di bulan Ramadhan mendatang. Kami menggelar Ramadhan Kids Fair & Competition di Bekasi Square, mulai 15 - 21 Juli 2013. Berbagai lomba anak kami gelar, seperti Lomba Menggambar & Mewarnai tingkat TK - SD dengan tema "I Love Allah & Muhammad", kami tidak batasi anak dengan berbagai aturan, dan menggabungkan tingkat TK dan SD. Niatnya adalah agar para anak ini bisa saling memotivasi. Kalau kata si kakak yang di SD,"Wah, dia anak TK gambarnya bisa bagus, masa' aku yang udah SD ga bisa bagus.."  Lalu si adek yang di TK bilang begini,"Walaupun aku masih kecil, bukan berarti aku ga bisa bikin gambar seperti kakak yang udah SD kan.." Kira-kira itu niat kami.

Lalu lomba Adzan tingkat SD. Saat ini sudah jarang sekali terdengar ada lomba adzan kan, apalagi di Mall. Mungkin ini yang pertama di Bekasi :) Dan yang terakhir lomba Fashion Show Busana Muslim Anak, karena memang event ini bertema Ramadhan. Untuk Anda yang punya visi yang sama dengan saya, mungkin bisa bergabung di event ini, dengan melibatkan putra putrinya ikut lomba. Info lengkapnya bisa klik link ini :
http://kunitapro.blogspot.com/2013/06/ramadhan-kids-fair-competition.html

Semoga tulisan saya ini bisa menginspirasi para orangtua Indonesia yang lain.

Selasa, 28 Mei 2013

Lomba Model Anak Sarana Tambah Wawasan Anak

Beberapa hari lalu anak saya Jamael Nadeem Omero (5 thn) sudah selesai mengikuti babak Grandfinal Gading Models Search Kids Category-nya JF3 (Jakarta Fashion & Food Festival) 2013. Tepatnya di Mal Kelapa Gading Jakarta, Minggu 26 Mei yang lalu. Ada hal yang saya cermati dan pelajari dari kegiatan itu. Pastinya adalah betapa bangganya saya akan anak saya Nadeem yang sudah berani menyelesaikan "pertarungan" hingga selesai, meski saya tau pasti anak saya nervous. Ya iyalah.. ini merupakan kali kedua dia tampil di depan hampir 1000 orang secara single fighter. Karena waktu babak penyisihan, kebetulan Nadeem bersama dengan 4 orang temannya yang lain, sehingga mungkin dia tidak terlalu gugup. Sementara di babak Grand Final kali ini dia benar-benar sendiri.

Sejak awal datang, saya betul-betul memberikan ruang baginya untuk beradaptasi dengan panggungnya yang megah, dengan lingkungan sekitarnya (karena semua anak-anak yang ada disana tidak ada satu pun yang dia kenal) dan pastinya dengan dirinya sendiri, yaitu bagaimana dia membuat dirinya merasa nyaman dengan semua situasi saat itu. Seperti biasa, anak saya tidak terlalu sulit untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan hanya dalam beberapa menit saja, dia juga sudah akrab dengan beberapa peserta lain yang juga bermain disana. Saat panitia mulai mengundang anak-anak untuk menduduki kursi peserta, saya pun membiarkan dia sendiri, tanpa ikut campur. Karena saya pikir sudah ada panitianya yang mengatur dan saya pun cukup mengawasinya dari jauh saja. Pada saat itu, Nadeem masih terlihat tenang saja, masih bisa tertawa dan bercanda dengan peserta lainnya.
Nadeem (tengah) posturnya paling kecil diantara peserta lainnya.

Bisa dibilang yang nervous malah saya dan mama saya yang juga sengaja hadir untuk melihat penampilan cucu sulungnya ini. "Kak, kenapa sih Nadeem ga dipakein kostum juga kayak anak-anak yang lain, kan bagus-bagus tuh bajunya.. Kan kasian Nadeem, dia doang yang bajunya biasa aja..", begitu kata mama saya begitu melihat penampilan peserta-peserta lain yang bisa dibilang niat banget, hehehe...  Saya pun cuma menjawab,"Iya tenang aja ma.. kakak niatnya memang bukan untuk Nadeem menang atau kalah, kakak pengen liat keberanian Nadeem untuk tampil didepan umum dengan apa adanya dia". Eh tapi behind the scene nih ceritanya, beberapa saat setelah Nadeem tampil, saya dipanggil panitia, katanya anak saya nangis. Setelah saya tanya kenapa, dia jawab,"Nadeem lapeerr.." hahahaha.. iya pasti laper ya, soalnya saat itu udah jam 2an dan dia emang belum makan siang.
Nadeem saat berjalan di Catwalk GMS Kids JF3 2013
Jamael Nadeem Omero (5th) saat Gladi Resik sebelum lomba mulai.
Nadeem saat babak penyisihan di La Piazza Kelapa Gading
Nadeem (kiri) bersama salah satu temannya saat babak penyisihan di La Piazza Kelapa Gading.

Memang sih, kalau selintas orang mungkin berpikir saya ngedaftarin anak ikut lomba model biar anaknya jadi model, masuk tv or majalah, jadi bintang iklan dan seterusnya. Well, itu salah. Motivasi saya untuk mendaftarkan anak ikut lomba modelling adalah, ingin memberikan pengalaman dan wawasan bagi anak saya. Agar ruang lingkup pemahaman dan wawasannya tidak terbatas. Karena jujur aja, saya dulu sampe mau kuliah, jurusan kuliah yang akan saya pilih cuma 2 yang saya minati, manajemen ekonomi dan hukum. Karena merasa ga ada pilihan saya pun berniat memilih manajemen. Alhamdulillah, ketemu dengan om yang berhasil "mengorek" minat saya dan menunjukkan jurusan yang memang tepat dengan minat saya yaitu Fakultas Ilmu Komunikasi, jurusan Jurnalistik. Cita-cita pun waktu itu saya ga begitu banyak tau profesi pekerjaan. Terbatas pada pengetahuan PNS atau pegawai swasta. Padahal pegawai swasta itu banyak banget yaa...

Atas pengalaman itulah, saya ingin memberikan pengetahuan dan wawasan yang seluas-luasnya bagi anak saya yang masih usia dini ini. Saya ingin anak-anak saya kelak sejak usia dini sudah tau mereka ingin menjadi apa dan bagaimana untuk mencapai cita-cita mereka. Yaa.. kalo yang pernah dengar talkshow-nya Ayah Edi, anak harus diberikan wawasan dan motivasi agar mereka mau belajar dan berusaha mencapai apa yang jadi cita-cita dan keinginan mereka.

Kembali ke anak saya yang sudah berhasil menyelesaikan Grand Final lomba modelling GMS Kids JF3 2013. Sejak awal anak saya adalah pemenang buat saya.. hahahaha, ini cara klise emak-emak untuk nyenengin hati kalo anak ga menang. Eh tapi serius loh.. niat mendaftarkan Nadeem ikut lomba adalah biar dia punya pengalaman. Sebelum mendaftar pun, anaknya saya tanya dulu, dan dia pun bertanya balik ke saya apa itu lomba modelling. Setelah dijelaskan dan dikasih liat berbagai foto dan video modeling, dia tertarik dan mau ikut. Bahkan dia juga yang nanya bolak balik kapan lombanya mulai.

Intinya, saya betul-betul bangga dan terharu melihat anak sendiri yang baru umur 5 tahun 1 Mei lalu, berani tampil apa adanya, ga ada rasa minder dengan peserta yang lain meski wardrobe-nya biasa banget dibanding peserta lain yang heboh dan mewah. Saya ingat, dulu waktu saya TK, saya juga pernah diikutsertakan lomba menyanyi, begitu menjelang giliran saya, saya nangis merengek ke guru saya, untuk tidak usah tampil karena saya takut. Saking gugupnya saya menangis sampe sesenggukan dan gemeteran. Akhirnya saya pun ga jadi tampil di lomba itu. Untungnya guru saya ibu Mus (kalo guru baek pasti diinget sama muridnya :D), dengan bijaknya membujuk saya untuk tidak perlu menangis, bahkan saya diantar pulang langsung pake motornya si ibu. Kejadian grogi dan gugup naik panggung itu, masih saya alami hingga SMA. Makanya saya begitu takjubnya melihat anak sendiri bisa sebegitu tenangnya menjalani semua tahap lomba, meski saya tau betul anak saya juga grogi.

Inti dari tulisan saya ini adalah agar kita sebagai orangtua tidak terjebak dengan keinginan dan cita-cita kita pribadi. Kalo kata orang obsesi emaknya ga kesampean, anaknya yang disuruh nerusin.. hihihihi.. Insya Allah saya pun juga ga kejebak, tetap dengan niat dan tujuan untuk menjadikan anak cerdas, bukan sekedar pintar diatas kertas, tetapi cerdas secara emosional dan juga IQ-nya. Semoga tulisan saya bisa memberikan motivasi bagi para orangtua lainnya.






Selasa, 21 Mei 2013

Persepsi Keliru Soal Pembantu

Pagi tadi, dari dalam rumah sayup-sayup terdengar suara percakapan pembantu tetangga dengan anak bungsu saya Hanif (2 thn), yang kira-kira kalo saya buatkan transkripnya seperti ini :

PRT     : Hanif, udah ganteng nih.. udah mandi ya..?
Hanif   : Iya udah..
PRT     : Siapa yang mandiin..?
Hanif   : Mami..
PRT     : Kok mami, emang mbaknya kemana..?
Hanif   : Ada kok..

Hanif, 2 Thn.
Menurut Anda, ada yang salah ga dengan percakapan anak saya dengan salah seorang pembantu tetangga saya ini? Ehhmm.. mungkin sekilas ga ada yang salah ya.. :) tapi buat saya pribadi memang tidak ada yang salah, tetapi ada yang keliru. Kenapa saya bilang keliru? Coba aja baca komentar si pembantu saat anak saya menjawab yang mandiin dia adalah saya ibunya sendiri, oleh si PRT itu malah ditanggapi kok mandi sama mami, padahal kan ada pembantu yang bisa disuruh. Ya terlepas dari si PRT itu mungkin ga ada tendensi maksud apa-apa selain sekedar menyapa anak saya.

Tetap hal ini menjadi menarik perhatian saya, bahwa ternyata di lingkungan kita saat ini memang ada kemunduran persepsi, kalau boleh saya bahasakan demikian. Kenapa saya anggap kemunduran..? Karena sepertinya ada kesan, jaman sekarang tuh kalo punya pembantu tapi kalo kita sebagai majikan masih ngerjain urusan rumah, seperti momong anak, nyapu, ngepel dan masak sendiri, itu tuh jadi percuma pake pembantu. Padahal kalo mau dipikirkan dengan jernih, kata Pembantu itu artinya orang yang membantu, yaitu membantu kita dirumah, meringankan perkerjaan rumah kita sehingga ga semua dikerjakan sendiri. Artinya, bagi saya pembantu yang memang berfungsi untuk membantu saya membereskan rumah dan momong anak-anak saya, di saat saya tidak sempat dan tidak bisa. Ketika waktu luang, saya pun memanfaatkannya untuk momong anak-anak agar lebih dekat dengan mereka, salah satunya dengan memandikan dan menyuapi mereka makan. Lalu sesekali saya menyempatkan diri untuk membersihkan sendiri rumah, seperti menyapu dan mengepel, karena namanya pembantu, kadang kerjaannya asal beres saja kan. Sehingga saya selaku pemilik rumah juga ingin mendapatkan hasil sempurna yang mungkin itu ga bisa saya dapatkan kalau tidak saya kerjakan sendiri. Apakah itu salah? Keliru?

Buat saya jawabannya tidak! Tetapi ternyata banyak orang diluar sana yang beranggapan itu salah, itu keliru. "Ngapain kita gaji dia mahal-mahal kalo masih  kita juga yang ngerjain..", kira-kira begitu kata salah satu teman saya menanggapi masalah pembantu. Hal yang ingin saya sampaikan adalah, terkadang kita terlalu "tunduk" kepada pembantu, sangat takut kehilangan pembantu, tapi ketika ada kadang-kadang mereka diperlakukan seperti robot, disuruh-suruh terus, seperti yang ga rela kalo liat PRT-nya ga ada kerjaan atau istirahat. Jadi kayak seolah-olah bisa mati kalo ga ada pembantu. hehehehe.. lebay kalo gitu mah..

Ya sekedar mengingatkan saja, agar kita para perempuan, para ibu yang juga mungkin sekaligus ibu bekerja, tidak lupa akan kodratnya untuk mengurus anak dan mengurus rumahnya. Jangan sampai alasan mencari uang untuk menambah kebutuhan keluarga sekaligus membantu meringankan beban suami, dijadikan tameng untuk tidak mengurusi dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Padahal justru itu lah kewajiban seorang ibu. Bahwa dia juga bisa sekaligus bekerja, itu menjadi pahal tambahan baginya. Saat-saat memandikan anak, menyuapi anak, itu adalah moment yang dapat mendekatkan dan menghangatkan hubungan antara orangtua dan anaknya. Sementara membersihkan rumahnya sendiri, itu adalah momen untuk kita mengecek kondisi dan keadaan rumah. Masa' ngaku rumah sendiri, tapi posisi penyimpanan palu dan obeng ga tau, dan harus tanya pembantu. Ayo jeng, kita perbaiki persepsi yang salah..

Selasa, 07 Mei 2013

Jangan Egois Jadi Ortu Kalau Mau Anak Lebih Sukses Dari Kita (part 2)

Barangkali ada yang sempat baca tulisan saya yang part 1-nya, mengenai pandangan saya akan pemilihan sekolah untuk anak, yang belum sempat baca (mungkin) ada baiknya baca dulu dengan meng-klik link berikut : http://www.katadenita.blogspot.com/2013/02/jangan-egois-jadi-ortu-kalau-mau-anak.html

Kenapa di tulisan saya kali ini saya berikan judul yang sama dengan tulisan saya terdahulu, hanya ditambahkan part 2 saja? Karena seiring dengan waktu, pengetahuan dan pemahaman saya pun berkembang. Ceritanya putra sulung saya, Nadeem (5 thn) ceritanya tahun ini akan duduk di kelas TK B. Sebelumnya sudah bersekolah di sebuah sekolah swasta franchise yang memiliki konsep yang menurut saya bagus dan pas dengan apa yang saya dan suami cita-citakan dalam mendidik dan mengarahkan putra kami. Namun, seiring dengan berjalannya waktu pula, kami berdua khususnya saya yang sehari-harinya memang sangat fokus terhadap perkembangan kedua putra kami, mengevaluasi bahwa saat ini sekolah tersebut sudah tidak bisa mengakomodir apa yang jadi kebutuhan kami selaku orangtua dan juga putra kami selaku siswa disana.

Pemikiran tersebut membuat saya teringat diskusi saya dengan suami saya. Suami saya Deni, pernah bilang ke saya, bahwa sekolah di zaman sekarang sudah sangat berbeda dengan zaman dulu pada saat angkatan kami. Zaman sekarang, sekolah itu sudah menjadi industri yang sifatnya mencari untung, baik itu swasta maupun negeri. Tetapi mungkin industri itu lebih terasa di lingkungan sekolah swasta. Nah, suami saya beralasan, jaman sekarang semua orang bisa buat sekolah asal punya modal dan tenaga pengajar, dengan segala positioning dan branding yang mereka tawarkan melalui brosurnya. Artinya apa? Kita harus hati-hati dengan sekolah-sekolah yang menawarkan berbagai konsep pengajaran yang terdengar sempurna, tanpa cacat. Karena terkadang idealisme dan kreatifitas tenaga pengajar yang minoritas, dapat tergusur dengan berbagai kebijakan yang diberlakukan oleh yayasannya yaitu pemilik modal, yang mendanai kegiatan sekolah, yang menggaji tenaga pengajar. Jika sudah demikian, maka saya selaku orangtua sudah waktunya mengevaluasi, segala benefit kami selaku pengguna jasa, apakah masih sama persepsinya akan benefits sekolah disana seperti saat awal memutuskan memilih sekolah tersebut.

Suami saya bilang ke saya, kira-kira begini dia bilang, "Selama ada uang, sekolah mana saja bisa kita daftarkan anak kita. Tetapi kita harus punya tujuan dulu, kita mau MENGARAHKAN atau MEMBENTUK si anak..? Kalau mau mengarahkan tentu kita cari sekolah yang memiliki banyak fasilitas, kegiatan dan konsep yang terbuka atau yang tidak memaksakan anak, karena biar anak yang memilih. Tetapi jika ingin membentuk, tentu pilihannya ya sekolah-sekolah yang seperti pesantren, karena disana kedisiplinan sangat ketat. Dari bangun subuh hingga tidur malam, mereka sudah diatur jadwalnya. Dengan rutinitas yang seperti itu, tentu akan terbentuk kedisiplinan itu".


Dan di usia anak 0 hingga 5 tahun adalah Golden Age, yaitu usia dimana anak sangat mungkin untuk DIBENTUK dengan cara dibekali berbagai keteladanan yang baik, yang bagi kami yang dari keluarga muslim, tentunya keteladanan yang sesuai dengan syariah agama dan pastinya norma sosial yang berlaku di masyarakat. Seperti disiplin waktu, sopan santun, sikap sosial, kepedulian terhadap lingkungan, dll. Hal-hal dasar yang mungkin bagi sebagian orangtua muda seperti saya, terlupakan. Karena lebih fokus dengan fasilitas sekolahnya lengkap atau tidak, sekolahnya pake AC atau tidak, nama sekolahnya terkenal atau tidak, seragam sekolahnya lucu ga, dan seterusnya. Saya pun akhirnya berpendapat, fasilitas sekolah dan semuanya itu adalah penunjang. Hal terpenting adalah tenaga pengajar yang berkarakter, yang mampu mendidik dengan hati dan menjadi panutan bagi siswanya. Karena tanpa itu, maka fasilitas sekolah dan nama besar sekolah is nothing! Lalu ketika itu ada, apakah kita begitu saja mempercayakan anak dengan gurunya di sekolah? Tentu tidak!

Agama Islam mengajarkan bahwa anak dibentuk oleh didikan orangtuanya, dan itu pula yang diterapkan Ayah Edi, praktisi parenting di Indonesia, yaitu gerakan Indonesia Strong From Home. Ceritanya saya follower gerakan Ayah Edi ini. Ya itu dia.. orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas karakter dan kepribadian anak ketika mereka sudah berada diluar rumah. Ketika kita sudah dengan usaha keras mendidik mereka, jika sekolah yang kita pilih tidak memiliki konsep dan rasa tanggung jawab yang minimal agak sama dengan kita, tentu itu tidak berjalan dengan baik dan akan pincang jalannya. Begitu pula, ketika sekolahnya sudah sangat baik memberikan mutu pendidikan bagi si anak, tetapi orangtuanya terlalu sibuk dengan urusan kantor dan bisnisnya, maka itu juga tidak akan berjalan dengan baik. Sekolah dan orangtua adalah tim, sehingga mereka harus seiring sejalan. Ketika salah satu dianggap sudah tidak sejalan, maka salah satu lebih baik "mundur" mencari yang sejalan, tentunya dalam hal ini adalah orangtua yang mundur alias mencari sekolah lain yang dianggap sesuai dengan kebutuhan anaknya. Semoga apa yang jadi pandangan saya ini bisa bermanfaat dan menjadi sedikit referensi bagi para orangtua yang hendak mencari sekolah bagi anaknya di tahun ajaran 2013-2014 mendatang.

Jumat, 12 April 2013

Garage Sale at My House, 13 April 2013


Awalnya karena sumpek dengan suasana rumah yang rasanya makin sempit seiring dengan anak-anak yang juga tambah gede. Jadi mikir, pengen “ngeluarin” barang-barang yang udah ga pas fungsinya dengan kebutuhan keluarga saya. Akhirnya atas izin suami, saya pun mikir gimana supaya barang-barang bekas ini bisa tetap memberikan manfaat buat mantan pemilik, untuk calon pemilik baru dan untuk kegiatan amal?
Yard Sale atau Garage Sale lah solusi yang terpikir. Sebetulnya aja sih barang-barangnya dikasih langsung ke pembantu. Tapi sempat mendengar rumpian para pembantu yang ternyata suka bahas pemberian majikan anu majikan inu. “Ya  ampun, kalo baju bekas ibu anu mah saya dikasih juga ogah, jelek-jelek dan beneran ga bias pake lagi deh, tapi kalo dari ibu inu tuh saya mau deh, masih bisa dipake dan masih bagus..bla..bla..” kira-kira begitu celoteh para pembantu. Malesin ya.. *sigh*

Singkatnya, jadilah Garage Sale ini, saya pun membuat promosinya dengan seadanya untuk disebarluaskan ke target pembeli di Garage Sale ini, yaitu para pembantu, karyawan pabrik dan buruh di sekitar perumahan kami. Karena memang cukup banyak kalangan ini di sekitar perumahan kami.  Meski sebetulnya tetangga dan warga komplek sebelah pun juga bisa sih.. kalo emang suka dan barangnya masih bagus, kenapa mesti malu ya..? atau gengsi? Duuh kasian ya hidup orang yang makan gengsi.. hihihi.. Pokoknya intinya, Garage Sale ini bias memberikan manfaat buat saya, yaitu mendapatkan keuntungan berupa uang tunai sekaligus rumah jadi “bersih” dari barang-barang yang tak termanfaatkan dengan baik lagi, sementara untuk pembelinya, dia dapat barang “baru” dengan harga murah dan pastinya lebih bermanfaat di dia daripada tetap ngjogrok dirumah kami kan..? 

Harga yang saya tawarkan di Garage Sale ini pun sangat murah, mulai dari Rp 450 perak saja. Produknya pun macam-macam, mulai dari computer, kipas angin, meja makan, sofa, mainan anak, gordeng, pecah belah hingga produk fashion seperti baju, tas, sepatu dan aksesoris. Sebut aja harga sepsang sepatu anak yang kondisinya masih bagus merk baby millionaire, saya lepas seharga Rp 2.900. Kenapa ga dibulatin aja jadi 3.000 sih?? Karena kembalian Rp 100 akan saya mintakan ke pembeli untuk disumbangkan ke mesjid atau panti asuhan. Tapi jika ga mau pun, saya udah siapkan setoples uang Rp 100 untuk kembalian kok.. J
So, minat ikut Garage Sale di rumah saya..? Datang aja kerumah saya, Sabtu 13 April 2013, jam 1 sampe 5 sore. On time loh!


Rabu, 27 Maret 2013

Horee.. Dapat Pembantu ^_^

Kalau dipikir-pikir dengan kepala dingin dan hati tenang, alangkah baiknya Allah padaku. Tidak henti-hentinya Dia memberikan aku berbagai rezeki dalam berbagai bentuk, ya ga perlu dijembreng lah apa aja. Salah satunya adalah soal dapat pembantu yang nginap. Sedikit cerita aja nih ya.. sebelumnya, aku dirumah udah pake mbak 2, tapi semua ga ada yang nginep. Mbak 1 yang urusan full beberes, sesekali masak dan standby mulai pagi sampe siang. Mbak 2 urusannya full anak, dari siang sampe sore atau sampe aku pulang kalo pas ada kerjaan atau kegiatan luar rumah. Tiba-tiba tetangga yang mau pindahan, nawarin pembantunya yang nginap untuk kerja dirumahku. Secara ya aku udah ada mbak, ya sempat aku tolak tuh waktu awal ditawarin. Terus laporan deh ke suami, responnya juga sama, "ga usah lah Mi.. kayaknya ga perlu deh", gitu kata suamiku.

Ternyata seminggu berjalan, si mbak yang kerja dirumah tetanggaku nanyain lagi via tetanggaku yang lain. Akhirnya, ibarat orang lagi belanja di ITC, niatnya beli daster, pas lewat toko sprei ditawarin sprei dengan harga murah, karena ga ngerasa butuh, tuh pramuniaga kita cuekin kan. Begitu lewat lagi ditawarin lagi, malah banting harga lagi, akhirnya yang tadinya ga pengen tau jadi pengen liat kan, kayak apa sih bahan dan motifnya. Nah, kira-kira gitu deh cerita si Aku teh.. hihihi. Singkatnya, setelah ngobrol-ngobrol sama si mbak tetanggaku itu, aku pun tertarik dan akhirnya memutuskan untuk,"OK mbak, kalo emang mbak mau, mbak bisa kerja dirumahku", kita deal tuh ceritanya. Dan dengan berat hati harus menyampaikan ke mbak-mbakku yang lain bahwa mulai bulan depan, mereka ga bekerja lagi dirumahku.

Di sela waktu lengangku, aku mikir,"Pembantu giliran dicari susahnya ampun deh.. giliran ga dicari eeh dateng sendiri.." Tapi dengan adanya mbak yang nginep mulai bulan depan, aku merasa bisa lebih mudah ketika harus mengurusi kerjaan-kerjaan yang sedang aku rintis saat ini. Ya memang, sejak berhenti kerja kantoran, dan merasa anak-anak sudah cukup mandiri dan bisa ditinggal sewaktu-waktu, aku berpikir punya usaha untuk mengisi waktu luang. Ditambah dengan banyaknya target dan rencana aku dan suami di masa berikutnya, untuk kemajuan keluarga kecil kami ini, aku merasa dapat pembantu nginep ini sama seperti dapat rezeki nomplok, hanya saja dalam bentuk non materi. Insya Allah ini akan menjadi awal untuk membantu kami membuka pintu-pintu rezeki keluarga kami.

Salah satunya hal pertama yang akan aku kerjakan pasca dapat pembantu nginap nih ya, (hahahah..lebay ya gue!) bikin event live talkshow tentang parenting dengan konsep ngobrol-ngobrol santai yang menghadirkan narasumber dari kalangan expert atau pakar, yang aku kasih nama NgoBraS (Ngobrol Bareng Bahas) Parenting. Insya Allah project event dari Kunita Pro ini akan diadakan pada Sabtu 18 Mei 2013 di Bekasi Square. Menghadirkan Bunda Kurnia Widhiatuti dari Sygma Parenting Center (baca : www.sygmadayainsani.com/spc/ ) dengan tema "Menjadikan Anak Cerdas, Gampang?".  Temen-temen yang terutama orangtua muda nih, ayo gabung ya, tiketnya untuk pasangan atau 2 orang seharga Rp 100.000 kalau perorang tiket harganya Rp 60.000. Harga naik mulai 1 Mei 2013, yang tiket pasangan atau berdua jadi Rp 200.000 dan yang perorang tiketnya jadi Rp 110.000. Info lengkap, main-main aja ke blog aku lainnya di sebelah http://kunitapro.blogspot.com/2013/03/live-talkshow-bersama-bunda-kurnia.html


Doakan ya.. ayo join di live talkshow ini, biar nambah pengetahuan tentang mendidik anak, karena mendidik anak ga ada sekolah formalnya, yang ada learning by doing dan via sharing dengan sesama orangtua lainnya. Acara ini lah wadahnya :) 

Sabtu, 23 Februari 2013

Jangan Egois Jadi Ortu Kalau Mau Anak Lebih Sukses Dari Kita



Tiba-tiba teringat pembicaraan segerombolan ibu-ibu yang nampaknya sedang sarapan sambil menunggui anak mereka yang sekolah TK di sekitar tempat saya biasa membeli bubur ayam, beberapa hari lalu. Bukan bermaksud menguping, tapi memang karena suara mereka cukup kencang dalam “berdiskusi” tentang SD-SD yang sedang menjadi target mereka. Karena nampaknya putra-putri mereka tahun ini akan segera memasuki jenjang Sekolah Dasar. “Sekolah ini pendidikannya bagus bu, anak-anak ini selain belajar pelajaran umum, juga diwajibkan hapal surat-surat Alquran yang akhirnya saat lulus SD mereka bisa hapal Alquran, bla..bla..” kata salah seorang ibu dengan berapi-api.

Saya hanya mendengarkan saja, tanpa berkomentar. Ya iyalah.. kalo tiba-tiba saya komentar, diteriakin sama tuh ibu-ibu,” Siapa lo..??” *LOL*  Lalu ternyata beberapa teman saya juga ternyata sedang sibuk memilih SD untuk putra-putrinya. Saya pun teringat pula akan diskusi saya beberapa minggu lalu dengan suami, terkait rencana menyekolahkan anak. Karena putra kami yang pertama, Jamael Nadeem (4,5 thn), tahun depan pun Insya Allah akan memasuki jenjang Sekolah Dasar pula. Ceritanya saya sebagai ibunya anak-anak sudah punya pilihan dan rencana dalam memilih SD untuk anak. Sebuah SD Istec yang ga jauh dari rumah, yang secara nama tanpa embel-embel Istec-nya, sekolah ini cukup bernama. Pertimbangan saya, selain lokasi yang tidak terlalu jauh dari rumah, nama SD tersebut cukup familiar di telinga, dan (sepertinya) biaya masuk dan bulanan sekolahnya tidak terlalu mahal dan seterusnya.

Ketika saya dan suami berdiskusi, saya sampaikan rencana saya tersebut dengan segala alasan dan planning jangka panjangnya. Biasanya, untuk urusan anak, suami saya tuh ga banyak komentar dan cenderung lebih ikutan aja dengan rencana saya, karena menurut suami, saya dianggap lebih paham urusan rumah dan anak-anak. Tetapi diluar dugaan, kali ini ternyata suami saya berbeda pandangan dengan saya. Suami ga menolak ide saya sih, tapi dia menambahkan opsi bagi kami untuk pendidikan anak kami. Dia menambahkan opsi sebuah sekolah Islam yang sudah terkenal dimana-mana, dengan jaringannya yang juga luas. Sekedar diketahui, saya sempat terpikir ingin menyekolahkan anak-anak disana, tapi mengingat (katanya) mahalnya biaya masuk sekolah tersebut, dan gaya pergaulannya yang agak borjuis, membuat saya mencoret sekolah tersebut dalam opsi pilihan sekolah anak. “Aduuh bu, mending ga usah kesana deh.. disana pergaulannya ga bagus, soalnya kebanyak anak-anak borju yang sekolah disana, kalo liburan minimal ke singapur, trus ditanyainnya sekolahnya diantar pake apa.. Ga bagus buat perkembangan mental anak bu.,.” begitu kira-kira kata tetangga saya tahun lalu, saya diskusi soal sekolah anak.

Dan hal itu pun saya sampaikan ke suami, sebagai bentuk argumentasi saya dalam menanggapi keinginannya untuk menambahkan sekolah Islam ternama tersebut dalam opsi pilihan SD Nadeem nanti. Suami saya bilang, alasan-alasan penolakan saya atas SD Islam ternama dan terbesar itu memang benar, tapi dibalik semua alasan tersebut, suami saya pun punya alasan-alasan yang jauh lebih penting dari sekedar alasan yang sebetulnya ga penting sih..  Kesempatan!  Itu alasan suami saya dalam memilih sekolah tersebut. Menurutnya, dia ingin putranya bersekolah di sekolah yang memberikan banyak peluang dan kesempatan bagi putra kami kelak, sekolah yang memberikan keuntungan bagi CV putra kami kelak, sekolah yang memberikan pendidikan tidak hanya sekedar pendidikan berbasis kurikulum, tetapi juga pelajaran nilai kehidupan yang hanya bisa dipelajari dengan mengalaminya langsung dan untuk anak usia SD, tentunya memang harus selalu dalam pantauan orangtuanya, yaitu saya sebagai ibunya.

Soal pergaulan yang borjouis, diantar sekolah harus pakai mobil, liburan sekolah keluar negeri, menurut suami saya, itu hanya hal-hal kecil yang sifatnya duniawi dan harus bisa kami ajarkan ke anak-anak kami untuk tidak menjadi tolak ukur dalam menilai pribadi seseorang. Ketika kami yang dari keluarga biasa-biasa saja, bisa bertahan dan mengajarkan anak-anak kami dari terpaan nilai-nilai sosial yang sangat sempit ruangnya tersebut, disitulah keberhasilan kami sebagai orangtua dalam mendidik anak. Karena putra kami nantinya tidak hanya menjadi murid yang pintar secara akademis, tetapi juga pintar sebagai mahluk sosial-yaitu Pandai bergaul, tanpa harus memandang strata, jabatan dan kelas ekonomi keluarga temannya. Subhanallah.. saya cukup kaget dengan pandangan yang disampaikan suami saya, tidak pernah terpikir hal-hal tersebut sebelumnya. Dan saya anggap 100% benar pandangan tersebut, tetapi saat itu saya tidak menanggapi pandangan yang disampaikan suami saya. Tetapi saya memikirkannya dan mencoba memaknai apa yang jadi pemikiran suami saya saat itu. Akhirnya saya merasa, saya terlalu picik dan dangkal pikirannya saat memutuskan SD pilihan bagi anak kami. Dasar-dasar pemikiran yang saya pakai, semuanya hanya memikirkan dari kebutuhan saya sebagai orangtua, tetapi tidak mewakili kira-kira apa yang dibutuhkan putra kami dalam menyongsong masa depannya kelak.

Well, saya dan suami juga pernah di bangku sekolah, kami masing-masing pun punya pengalamannya masing-masing. Saya misalnya, sejak SD hingga SMA lingkungan sekolah saya tidak keluar dari satu rute tersebut, kecuali saat kuliah yang akhirnya benar-benar jauh dari rumah karena diluar kota. Sementara suami punya kisah lain, suami sejak SD sering berpindah-pindah sekolah. SD-nya sempat di Padang, lalu Jakarta dan Palembang. SMP-nya di Jambi, SMA di Palembang dan kuliah di Bandung. Saya pun mengevaluasi, karakter diri kami masing-masing dan pola pikir kami, yang pastinya terbentuk dari didikan keluarga dan lingkungan kami dibesarkan dan berkembang. Pastinya harapan semua orangtua, agar anak-anaknya memiliki karakter dan kemampuan yang lebih baik dari orangtuanya, serta kesempatan yang lebih baik dari kami orangtuanya.

Akhirnya saya pun sampai pada kesimpulan, jika ingin anak menjadi lebih baik dari kita sebagai orangtuanya, maka kita pun harus berpikir bukan hanya berdasarkan kemauan/kebutuhan/keinginan kita saja, tetapi juga harus dipahami dan diketahui kebutuhan apa yang harus kita penuhi bagi si anak agar menjadi penerus keturunan kita yang lebih baik dari kita sebagai orangtuanya. Tetapi semua itu juga harus merujuk pada diri kita sendiri, dan dengan melihat karakter si anak. Masa’ sih kita sebagai orangtua ga bisa melihat kecenderungan anak kita seperti apa…  Maksud saya kira-kira begini, kalo kita saja tidak mampu melakukan suatu hal, ada kemungkinan anak kita pun ga mampu melakukan hal tersebut, jadi jangan paksakan dia untuk bisa. Mungkin hal lain dia bisa lakukan. Lalu, dasar dalam memilih SD bagi anak, jangan hanya berdasarkan alasan-alasan ga penting seperti alasan-alasan saya sebelumnya, yaitu jarak sekolah kerumah, kebonafitan nama sekolah tersebut dan biaya sekolah. Khusus poin terakhir, bagi keluarga kami ini poin penting. Tetapi jika mampu kenapa harus hitung-hitungan untuk investasi dunia akhirat yang kita tanamkan kan? :)  Tetapi juga adalah salah bagi kami selaku orangtua, jika alasan utama memasukkan anak ke sekolah ternama, hanya semata karena alasan kebonafitan sekolah tersebut. Urutkan benefit-benefitnya dari yang paling penting, hingga yang tidak penting dan namai benefit yang ga penting itu sebagai bonus.

Percayalah, sekolah ternama TIDAK akan bermakna apa-apa bagi pribadi yang tidak bisa memanfaatkan nama besar sekolahnya. Sebaliknya sekolah tidak ternama sekalipun akan menjadi bermakna (bernama) ketika lulusannya adalah orang yang pintar bergaul, cerdas dalam memanfaatkan kesempatan dan pastinya ulet serta gigih dalam memperjuangkan apa yang menurutnya baik. Hehehe.. pengalaman pribadi nih.. Ga bo’ong loh akuh.. :p

Rabu, 23 Januari 2013

Indomie Mie Goreng Cabe Ijo, rasa...

Akhirnya setelah berburu selama beberapa hari, Indomie Mie Goreng Cabe Ijo ini saya ketemukan di Alfamidi yang letaknya agak jauh dari rumah saya dibanding dengan Indomaret dan Alfamart yang selalu tidak tersedia stok mie ini. Dan setelah dicoba rasanya... So..So..

Sejak saat membuat mie ini, bau khas cengek alias cabe ijo memang sudah tercium tajam melalui minyak bumbunya yang juga sudah berwarna hijau. Warna hitam kecap yang disediakan pun tetap kalah warna dengan si bumbu minyak hijaunya. Singkatnya begitu mie matang, saya segera mencicipinya karena ga mau keburu dingin. Rasa yang dominan memang benar-benar rasa cabe ijo. Tetapi ketika masuk sendokan mie yang ke-3, lidah saya mulai merasa bosan. Mungkin karena saya tidak terlalu "meracik" mie saya ini dengan berbagai tambahan lain ya. Tetapi jika dibandingkan Indomie Mie Goreng Rendang yang pernah saya ulas juga (baca : http://katadenita.blogspot.com/2012_01_01_archive.html ) menurut saya rasa Indomie Mie Goreng Rendang lebih "rame" dibanding Mie Goreng Cabe Ijo yang cenderung monoton.

Tapi menurut saya, untuk mereka yang biasanya menikmati mie instant dengan irisan cabe ijo, pastinya lidahnya akan cocok dengan variant baru dari Indomie ini. Seperti saya, meski harus lebih menambahkan "teman" bagi si mie goreng cabe ijo ini, seperti kerupuk, telor orek, sayur sawi dan bahan pelengkap lainnya. So, selamat menikmati ya.. :)

Selasa, 08 Januari 2013

Kebahagiaan dan Keharuan di Ultah Hanif ke-2

Kami sekeluarga dengan Kaos seragam yang saya siapkan gambarnya.
Alhamdulillaah.. acara syukuran ulang tahun Hanif yang ke-2 udah kelar, berlangsung lancar, seru dan sukses. Puas rasanya bisa membuat acara yang bisa membahagiakan banyak orang. Karena dari ekspresi semua yang hadir di acara kami, wajahnya happy. Meski saya yakin pasti ada terdapat kekurangan-kekurangan pada pelaksanaannya. (baca : http://kunitapro.blogspot.com/2013/01/pesta-ultah-haneef-berlangsung-sukses.html )

Sebetulnya niat membuat acara syukuran ultah Hanif ini sangat spontan terlintas. Karena gagalnya liburan akhir tahun, karena suami ga bisa cuti bahkan harus bertugas, akhirnya kepikiran pengen bikin acara ultah Hanif. Itu pun juga karena liat Hanif yang tingkahnya kok semakin lucu dan menggemaskan. Hanif yang waktu itu mau 2 tahun, terdengar sangat comel untuk anak seusia itu. Dia sudah sangat lancar bicaranya, bahkan sudah menggunakan kata "dong, sih, deh, ah, doang" dll, lengkap dengan intonasi dan ekspresinya. Hahahaha, kebayang kan..?? Makanya saya sebagai ibunya kok kepengen orang-orang tau tentang kepintaran anak kami yang baru berusia 2 tahun ini. Hanif juga suka sekali menyanyi dan sudah hapal beberapa doa harian.

Singkatnya atas izin suami, saya pun mempersiapkan semua kebutuhan acara ultah Hanif. Mulai dari pemilihan tempat, design undangan berbentuk e-card, Banner Ultah, Suvenir, Design kaos seragam keluarga, Rundown acara, konsep acara dll. Hingga hari H, semua berjalan lancar dan sukses. Dari 100% tamu yang kami undang 80% hadir. Rasa bahagia dan haru bercampur jadi satu, melihat banyaknya tamu kami yang hadir. Bahagia karena melihat kedua putra kami, Nadeem dan Hanif sangat menikmati acara demi acara, dan Hanif seperti yang kami perkirakan bisa bersikap baik terhadap tamu-tamu cilik yang kami undang, bahkan Hanif pun menunjukkan kebolehannya dalam menyanyi yang disambut tepuk tangan riuh dari tamu-tamu kami. Bahagia yang kedua juga karena kami melilhat senyum-senyum happy di wajah para tamu kami, tatkala mereka melihat putra putri mereka berani maju ke depan bermain bersama hingga menyanyi dipandu oleh MC.

Saya cukup kagum dengan anak-anak kecil yang hadir pada hari itu. Anak-anak ini meski tidak saling kenal, tapi mereka bisa langsung akrab dan tidak sungkan untuk bermain dalam games yang digelar oleh MC. Bahkan bisa dibilang anak-anaknya sangat aktif. Lalu hal yang membuat kami terharu adalah banyaknya tamu kami yang hadir, dimana kami tau lokasi tinggal dari beberapa tamu kami bukan dalam jarak yang dekat, yaitu dari Tangerang, Cibubur, Depok, Jakarta, Cibitung dan paling jauh Palembang. Ya, mama saya yang tinggal di Palembang pun memutuskan hadir di ultah cucunya dengan mengajak serta keponakanku yang baru berusia 2 bulan.

Lalu ada pula sahabat saya, Iko yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, datang ke acara ultah Hanif hanya bersama suaminya, karena anaknya sedang kurang fit. Terharu sekali, mereka sengaja meluangkan waktunya hadir. Lalu ada pula yang berhalangan hadir, namun menitipkan kado untuk anak kami. Lalu sanak saudara yang jarang pergi-pergi keluar pun, tanpa diduga menyempatkan diri hadir di acara kami. Terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada mereka semua yang telah meluangkan waktunya untuk berkumpul bersama kami, berbagi kebahagiaan. Allah lah yang bisa membalas semua perhatian yang mereka berikan kepada kami.

Karena mengurus semua persiapan ultah Hanif ini pula, terpikir ide untuk membuat Event Organizer yang spesialisasinya mengurus event anak-anak, seperti acara ulang tahun, sunatan, akikah dan farewell party sekolah. Saya berpikir, dulu jika saya masih kerja kantoran, mungkin ga bisa maksimal urus persiapan ultah Hanif. Karena pemikiran itulah, saya memiliki ide untuk membuat EO khusus event anak-anak. Niatnya adalah ingin membantu sesama ibu yang ingin memberikan perhatian dan kenangan pada anaknya saat mereka dewasa kelak. Karena pesta ulang tahun yang seru, dgn dokumentasi yang baik, tentunya akan menjadi kenangan tersendiri.

Berikut foto-foto dokumentasi acara Hanif yang berlangsung hari Sabtu, 5 Januari 2013 di Hoka Hoka Bento Bekasi Square.


Mendidik Anak Untuk Bahagia

Add caption Beberapa hari lalu, tepatnya pas anak-anak didik saya di SFC Kids Futsal latihan, ceritanya saya membagikan piala yg sudah ...